Rabu, 22 Agustus 2007

Speaking Another Language

Oleh : Bambang Haryanto



Inferno-nya Dante. Telepon genggam jadi bahan lelucon. Adalah majalah terkenal Reader’s Digest pernah memuat cerita tentang seorang penjaja yang menawarkan telepon jenis baru, yang membuat pemiliknya mudah dihubungi selama 24 jam sehari. Yang ditawari itu kemudian malah menukas, “Bila Dante yang Anda tawari maka ia akan menambahkan lagi satu neraka dalam karyanya !”

Yang disebut Dante itu adalah penyair Italia, Dante Alighieri (1265–1321), yang menulis karya terkenal Divina Commedia. Salah satu baitnya yang terkenal mengisahkan bahwa di depan pintu inferno, neraka, antara lain tertulis inskripsi berbunyi, per me si va nella città dolente, per me si va nell' eterno dolore , melewati diriku adalah jalan menuju kota penuh duka, melaluiku adalah jalan menuju siksaan yang abadi.

Terus terang, saya tidak tertawa membaca lelucon “kelas tinggi” dari Reader’s Digest itu. Tetapi gara-gara telepon genggam saya pernah merasa sedang berada di tengah “neraka.” Ceritanya : sang pemilik telepon genggam yang berhasil “menyiksa” saya itu adalah pemilik nursery tanaman hias. Saya merasa tersiksa mungkin sebagai akibat logis betapa bisnis tanaman hias, paling tidak bisnis teman baru saya itu, sedang mengalami booming yang membuat dirinya bertubi-tubi terus dihubungi. Dua telepon genggamnya tak pernah terhenti deringnya dan membuat ia terus sibuk dengan keduanya. Padahal, saat itu ia sedang bertamu di rumah saya.

Sebut saja, mungkin saya sedang sial saat itu. Minimal saya rupanya sedang ketamuan seseorang, yang katakanlah, kurang mampu memiliki rasa empati. Ia sepertinya tak memahami untuk mampu berbicara dalam “bahasa” lain. Bahasa lain itu bukanlah bahasa Italia, Jerman atau Perancis (mudah mengingatkan saya akan Anez dan Grigrinya), tetapi pemahaman terhadap perspektif dari lawan bicara. Gampangnya : apa yang kira-kira akan ia rasakan bila lawan bicaranya selalu sibuk berfokus pada telepon genggam seperti yang ia lakukan saat itu ?


Nasehat Joe Girard. Teman baru saya yang pebisnis tanaman hias itu, hemat saya, sebaiknya membaca buku How To Sell Yourself-nya Joe Girard (1981). Joe Girard ini tercatat di The Guinness Book of World Record sebagai penjaja, salesman terhebat di dunia.

Joe Girard dalam bukunya itu telah mengutip kiat kampiun pemasaran lainnya, yaitu Buck Rodgers dari perusahaan raksasa komputer IBM. Tercatat bahwa Buck Rodgers selalu menuntut personil armada penjualan komputernya agar mampu berbahasa lain, .speaking another language, yang tidak lain adalah bahasa calon pembelinya. Bayangkan betapa membingungkan apabila penjual komputer IBM itu berkata seperti berikut ini kepada calon pembelinya :

“Saya ingin menjual kepada Anda sistem elektronik transistor yang unitnya saling terintegrasi, mampu diprogram dengan masukan ribuan input, terentang dari kontrol inventarisasi, membuat faktur, sampai fasilitas penyimpanan bank memori, data yang mudah diakses, kemampuan antarmuka dengan seluruh fasilitas pendukung”.

Paparan berbau teknis itu mungkin terdengar keren, tetapi para konsumen jelas tidak memahaminya. Buck Rodgers meralatnya, dengan pernyataan bahwa hal tersebut merupakan kekeliruan yang fatal. “Kita berbisnis adalah memberikan solusi untuk memecahkan problem para pelanggan kita”, tuturnya. Ia menekankan bahwa perusahaannya tidaklah menjual komputer, melainkan menjual manfaat komputer bersangkutan. Rodgers pun memberikan koreksi terhadap bahasa penjualan yang berbau esoterik dan sangat teknis tadi ke dalam bahasa yang lebih mudah difahami oleh konsumen kebanyakan. Bunyinya :

“Saya memiliki sarana yang mampu mendukung Anda mengerjakan pekerjaan secara lebih mudah, mampu mengurangi biaya operasional, sehingga perusahaan Anda mampu memberikan layanan yang lebih baik lagi kepada para pelanggan Anda.”

Sebagai pebisnis, fahamilah untuk selalu berusaha berbicara dari kacamata konsumen atau lawan bicara Anda. Baik ketika terjadi kontak secara langsung, dalam teks brosur atau leaflet Anda, juga dalam situs web atau blog Anda di Internet. Dengan pola pikir seperti ini Anda akan terancam terhindar masuk “neraka” di mana dalam konteks teman baru saya tadi, barangkali “neraka” bagi dirinya adalah : terus terang, saya harus berpikir ulang bila hendak menemuinya lagi. Teman baru saya itu telah gagal dalam menjual diri pribadinya !


Wonogiri, 22/8/2007


mgf

Tidak ada komentar: